Sunday, April 8, 2007

ANALISIS

“EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING”
(Kasus : Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)


PENDAHULUAN
PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan suatu proses dimana pihak-pihak peserta saling menggunakan informasi dengan tujuan untuk mencapai pengertian bersama yang lebih baik mengenai masalah yang penting bagi semua pihak yang bersangkutan. Proses ini dan kaitan hubungan yang ada diantara para peserta dalam proses. Komunikasi bukan merupakan jawabannya sendiri, tetapi pada hakekatnya merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerusan rangsangan dan pembangkitan balasannya (Kincaid dan Schramm, 1978 dikutip dari Cherry, 1957).
Komunikasi ditimbulkan oleh adanya keperluan untuk mengurangi ketidakpastian, keperluan untuk bertindak secara efektif. Komunikasi juga ditimbulkan oleh adanya keperluan untuk mempertahankan atau memperteguh keakuan. Komunikasi terhenti, jika makna-makna yang sudah ada cukup lengkap dan dimulai lagi jika diperlukan makna-makna yang baru (Kincaid dan Schramm, 1978 dikutip dari Barnlund, 1962).
Komunikasi merupakan suatu mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan yang memungkinkannya berkembang serta lambang-lambang fikiran bersama-sama dengan alat-alat untuk meneruskannya dalam ruang dan menyimpannya dalam dimensi waktu (Kincaid dan Schramm, 1978 dikutip dari Cooley, 1909). Telah banyak definisi mengenai komunikasi yang dilatarbelakangi berbagai perspektif : mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis.
A. Definisi Komunikasi ditinjau dari aspek psikologi :
1. Hovland, Janis dan Kelly (Dikutip Rakhmat, 2005) semuanya psikolog mendefinisikan komunikasi sebagai ” the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience).
2. Dance (1967) mengartikan komunikasi sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal.
3. Raymond S. Ross (1974) mendefinisikan komunikasi sebagai ” a transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source” (proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan.
B. Definisi Komunikasi ditinjau dari aspek sosiologi :
1. Colin Cherry (1964 dikutip Rakhmat, 2005) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakn bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.
2. Harnack dan Fest (1964 dikutip Rakhmat, 2005) menganggap komunikasi sebagai proses interaksi diantara orang untuk tujuan integrasi intrapersinal dan interpersonal.
3. Edwin Neuman (1948 dikutip Rakhmat, 2005) mendefinisikan komunikasi sebagai proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi. Komunikasi adalah peristiwa sosial ---- peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain.
C. Definisi Komunikasi ditinjau dari aspek psikologi :
1. Hovland, Janis dan Kelly (Dikutip Rakhmat, 2005) semuanya psikolog mendefinisikan komunikasi sebagai ” the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience).
2. Dance (1967) mengartikan komunikasi sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal.
3. Raymond S. Ross (1974) mendefinisikan komunikasi sebagai ” a transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source” (proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan.
D. Definisi Komunikasi ditinjau dari aspek sosiologi :
1. Colin Cherry (1964 dikutip Rakhmat, 2005) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakn bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.
2. Harnack dan Fest (1964 dikutip Rakhmat, 2005) menganggap komunikasi sebagai proses interaksi diantara orang untuk tujuan integrasi intrapersinal dan interpersonal.
3. Edwin Neuman (1948 dikutip Rakhmat, 2005) mendefinisikan komunikasi sebagai proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi. Komunikasi adalah peristiwa sosial ---- peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain.
Effendy (2000) mengatakan bahwa hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, yakni pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang (komunikator kepada orang lain/komunikan) untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media yang terdiri dari komponen-komponen yang meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan dan efek. Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain bertujuan agar orang lain tersebut mengetahui dan mempunyai pengertian yang sama tentang hal yang dikomunikasikannya.

MODEL-MODEL KOMUNIKASI
TEORI – TEORI KOMUNIKASI PADA TAHAP AWAL
Menurut Effendy (2003) teori dan model komunikasi yang tampil pada tahun awal sekitar dekade 1940-an dan 1950-an adalah sebagi berikut :
1. Lasswell’s Model (Model Lasswell)
Teori komunikasi yang dianggap paling awal (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who says in which channel to whom with what effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik : Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi yaitu Communicator (komunikator), Message (pesan), Media (media), Receiver (komunikan/penerima), dan Effeck (efek).
Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan)
The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain).
2. S-O-R Theory (Teori S-O-R)
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.
Menurut stimulus response ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah ;
Pesan (stimulus, S)
Komunikan (organism, O)
Efek (Response, R)
Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu : (a) perhatian, (b) pengertian, dan (c) penerimaan.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
3. S-M-C-R model (Model S-M-C-R)
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti penerima atau komunikan.
Khusus mengenai istilah Channel yang disingkat C pada rumus S-M-C-R itu yang berarti saluran atau media, komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambang, misalnya bahasa, kial (gesture), gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dieprgunakan khusus dalam komunikasi tatap muka face-to-face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa, misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media nir-massa, misalnya, surat, telepon atau poster. Jadi, komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bemedia seorang komunikator, misalnya wartawan, penyiar atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarana yang ia operasikan.
4. The Mathematical Theory of Communication (Teori Matematika Komuikasi)
Teori matematikal ini acapkali disebut model Shannon dan Weaver, oleh karena teori komunikasi manusia yang muncul pada tahun 1949, merupakan perpaduan dari gagasan Claude E. Shannon dan Warren Eaver. Shannon pada tahun 1948 mengetengahkan teori matematik dalam komunikasi permesinan (engineering communication), yang kemudian bersama Warren pada tahun 1949 diterapkan pada proses komunikasi manusia (human communication).
Sumber informasi (information source) memproduksi sebuah (message) untuk dikomunikasikan. Pesan tersebut dapat terdiri dari kata-kata lisan atau tulisan, musik, gambar, dan lain-lain. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi isyarat (signal) yang sesuai bagi saluran yang akan dipergunakan. Saluran (channel) adalah media yang menyalurkan isyarat dari pemancara kepada penerima (receiver). Dalam percakapan sumber informasi adalah benak (brain) pemancar adalah mekanisme suara yang menghasilkan isyarat, saluran (channel) adalah udara.
5. The Osgood and Schramm Circular Model (Model sirkular Osgood dan Schramm)
Jika model Shannon dan Weaver merupakan proses linier, model Osggod dan Schramm dinilai sebagai sirkular dalam derajat yang tinggi. Perbedaan lainnya adalah apabila Shannon dan Weaver menitikberatkan perhatiannya langsung kepada saluran yang menghubungkan pengirim (sender) dan penerima (receiver) atau dengan perkataan lain komunikator dan komunikan. Schramm dan Osgood menitikberatkan pembahasannya pad perilaku pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi.
Shannon dan Weaver membedakan source dengan transmitter dan antara receiver dengan distination. Dengan kata lain, dua fungsi dipenuhi pada sisi pengiriman (transmiting) dan pada sisi pemnerimaan (receiving ) dari proses.
Pada Schramm dan Osgood ditunjukkan fungsinya yang hampir sama. Digambarkannya dua pihak berperilaku sama, yaitu encoding atau menajdi, decoding atau menjadi balik, dan interpreting atau menafsirkan.
6. Dance’Helical Model (Model Helical Dance)
Model komunkasi helical ini dapat dikaji sebagai pengembangan dari model sirkular dari Osggod dan Schramm. Ketika membandingkan model komunikasi linier dan sirkular, Dance mengatakan bahwa dewasa ini kebanyakan orang menganggap bahwa pendekatan sirkular adalah paling tepat dalam menjelaskan proses komunikasi.
Heliks (helix), yakni suatu bentuk melingkar yang semakin membesar menunjukkan perhatian kepada suatu fakta bahwa proses komunikasi bergerak maju dan apa yang dikomunikasikan kini akan mempengaruhi struktur dan isi komunikasi yang datang menyusul. Dance menggarisbawahi sifat dinamik dari komunikasi
Proses kounikasi, seperti halnya semua proses sosial, terdiri dari unsur-unsur, hubungan-hubungan dan lingkungan-lingkungan yang terus menerus berubah. Heliks menggambarkan bagaimana aspek-aspek dri proses berubah dari waktu ke waktu.
Dalam percakapan ,misalnya bidang kognitif secara tetap membesar pada mereka yang terlibat. Para aktor komunikasi secara sinambung memperoleh informasi mengenai topik termasa tentang pandangan orang lain, pengetahuan dan sebagainya.
7. Newcomb’ABX Model (Model ABX Newcomb)
Pendekatan komunikasi yang berdasarkan pada pendekatan seorang pakar psikolog sosial berkaitan dengan interaksi manusia. Dalam bentuk yang paling sederhana dari kegiatan komunikasi seseorang A menyampaikan informasi kepada orang lain B mengenai sesuatu X. Model ini menyatakan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X adalah saling bergantung dan ketiganya membentuk sistem yang meliputi empat orientasi.
Seperti dikutip Effendy (2003) menurut Severin dan Tankard (1992) pada model newcomb ini komunikasi merupakan cara yang biasa dan efektif dimana orang-orang mengorientasikan dirinya terhadap lingkungannya.
8. The Theory of Cognitive Dissonance (Teori Disonansi Kognitif)
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan Festinger ini berarti ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan beruapaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya. Pada umunya orang berperilaku ajeg atau konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten seperti itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku.
9. Innoculation Theory (Teori Inokulasi)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya ditampilkan oleh Mcguire ini mengambil analogi dari peristiwa medis. Orang yang terserang penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya. Demikian pula halnya dengan orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena pengaruh adalah ”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
10. The Bullet Theory of Communication (Teori Peluru)
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory yang dapat diterjemahkan sebagai teori jarum suntik.

TEORI -TEORI KOMUNIKASI PADA TAHAP SELANJUTNYA
Berikut ini teori-teori komunikasi yang umumnya berkaitan dengan media massa yang sejak tahun 1950-an semakin canggih, sehingga dampaknya pun semakin luas.
1. Four Theories of The Press
a. Authoritarian theory (teori otoriter)
Teori otoriter yang acapkali disebut pula sistem otoriter berkaitan erat dengan sistem pengawasan terhadap media massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat. Teori otoriter menyatakan bahwa hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh asumsi-asumsi filsafat yang emndasar tentang manusia dan negara.
b. Libertarian theory (teori liberal)
Teori liberal menitikberatkan superioritasnya pada prinsip kebebasan perorengan, penilaian dan aksioma bahwa kebenaran jika diberi kebebasan akan muncul sebagai pemenang dalam setiap perjuangan. Slogannya adalah proses tegakkan diri (selfrighting process) dan wahana pertukaran gagasan (market place of ideas).
c. Soviet communist theory (teori komunis Soviet)
Media massa di negara komunis dipengaruhi oleh situasi politik yang berlaku yaitu sistem komunis yang dipelopori oleh Karl Marx. Dia menyatakan bahwa kondisi hidup bersifat material terutama cara manusia mengelola hidupnya dan jenis kehidupan yang ia kelola mennetukan idea manusia.
d. Social responsibility theory (teori tanggung jawab sosial)
Dasar pemikiran utama dari teori ini adalah bahwa kebebasan dan kewajiban berlangsung secara beriringan dan pers yang menikamati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang hakiki.
2. Individual Differences Theory (Teori Perbedaan Individu)
Teori ini menelaah perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.
3. Social Categories Theory (Teori Kategori Sosial)
Teori kategori sosial menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan, kebersamaan-kebersamaan atau kategori-kategori sosial pada masyarakat urban-industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu hampir seragam.
4. Social Relationship Theory (Teori Hubungan Sosial)
Teori ini menyatakan bahwa hubungan sosial secara informal berperan penting dalam mengubah perilaku seseorang ketika diterpa pesan komunikasi massa.
5. Cultural Norms Theory (Teori Norma Budaya)
Teori norma budaya menurut Melvin DeFleur hakikatnya adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu dibentuk dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual biasanya dipandu oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, amak media komunikasi secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.
6. Social Leraning Theory (Teori Belajar Secara Sosial)
Teori ini ditampilkan oleh Albert Bandura yang mengkaji proses belajar melalui media massa sebagai tandingan terhadap proses belajar secara tradisional. Teori belajar secara tradisional menyatakan bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan (response) dan mengalami efek-efek yang timbul.
7. Diffusion of Innovation Model (Model Difusi Inovasi)
Model difusi inovasi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesai (tokoh utamanya adalah Rogers).

TUJUAN DAN MANFAAT
Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan MENGENAI KONTEKS KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN. Dengan mengambil literatur dari berbagai sumber yang cukup relevan, diharapkan makalah ini dapat bermanfaat khususnya para peminat studi komunikasi, pada umumnya pembaca yang ingin mendapatkan informasi mengenai komunikasi dalam pembangunan.

KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN

PENGERTIAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
Beberapa pengertian mengenai Komunikasi Pembangunan telah dinyatakan oleh para ahli komunikasi pembangunan diantaranya :
1) Lasswell dan Kaplan Ibid (Astrid S, Susanto, 1988) menyatakan bahwa Komunikasi pembangunan merupakan kegiatan penyebaran dari nilai-nilai sejahtera (welfare values) dan nilai-nilai sosial bagi anggota masyarakat (deference values). Nilai-nilai sejahtera merupakan nilai nilai dalam mencapai keperluan sehari-hari demi mempertahankan kelanjutan hidup seseorang seperti nilai tentang kesejahteraan, kekayaan, kecakapan, dan keahlian. Sedangkan nilai-nilai sosial merupakan nilai ysng ditentuksn oleh suatu kelompok khususnya dalam hubungan dan sikap individu kelompok terhadap anggota sesama kelompoknya. Pengertian Lasswel dan Kaplan Ibid menitikberatkan pada keadaan atau nilai kesejahteraan dan nilai sosial bagi masyarakat.
2) Nasution (2002) menyatakan komunikasi pembangunan mempunyai pengertian secara luas dan sempit. Secara luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsinya maka komunikasi pembangunan sebagia suatu aktivitas pertukaran pesan secra timbal balik diantara semua pihak yang terlibat dalam suatu usaha pembangunan terutama antara masyarakat dengan pemerintah sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Secara sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Pengertian komunikasi pembangunan menurut Nasution, menitikbertakan pada bagaimana pesan pembangunan berupa gagasan, pelaksanaan pembangunan dari pihak pemerintah sebagai yang pemrakarsa pembangunan dan masyarakat sebagai subjek dari pelaksanaan pembangunan.
3) Mardikanto (1988), menyatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan proses interaksi seluruh warga masyarakat yang meliputi aparat pemerintah, penyuluh, tokoh-tokoh masyarakat, LSM, dan segenap anggota masyarakat secara individual atau tergabung dalam kelompok (organisasi sosial) untuk tumbuhnya kesadaran dan menggerakkan partisipasi mereka didalam proses perubahan terencana demi tercapainya perbaikan mutu hidup secara berkesinambungan dengan menggunakan teknologi atau menerapkan ide-ide yang sudah terpilih.
Dengan kata lain, komunikasi pembangunan merupakan suatu proses komunikasi yang memiliki karakteristik :
a. Menyampaikan atau menginformasikan kepada masyarakat tentang adanya kegiatan pembangunan yang sedang diupayakan oleh pemerintah.
b. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kegiatan pembangunan bagi perbaikan mutu hidup atau peningkatan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
c. Menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sedang diupayakan pemerintah (penguasa).
d. Mengajak dan mendidik warga masyarakat untuk berperilaku dan menerapkan ide-ide serta teknologi yang sudah dipilih guna tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
e. Memelihara partisipasi masyarakat tersebut secara berkelanjutan demi perbaikan mutu hidup yang lebih baik di masa yang akan datang.
Pengertian komunikasi pembangunan menurut Mardikanto menitik bertakan pada bagaimana proses komunikasi pembangunan dilaksanakan secara bersama (pemerintah, masyarakat yang dilaksanakan secara terencana untuk mencapai perbaikan taraf hidup secara berkesinambungan dengan menggunakan teknologi atau menerapkan ide-ide yang sudah dipilih.
Komunikasi pembangunan dalam berbagai literatur bahasa Inggris dikenal dengan istilah development communication, communication for development, development support communication, programme support communication, information-education-communication, extension communication, social communication, participatory development communication dan lain-lain (Mc Kee, 1997). Keberagaman istilah tersebut sebagai akibat keberagaman pendekatan komunikasi pembangunan di tingkat praktis maupuin teoritis. Dalam tulisan ini komunikasi pembangunan digunakan untuk menggambarkan istilah-istilah tersebut.
Secara historis keberagaman tersebut tidak terlepas dari perkembangan ilmu komunikasi yang multidisiplin dan pengaruh eksternal dari perkembangan disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora (psikologi sosial, sosiologi, politik, antropologi, bahasa, humaniora, ekonomi, kesenian, filsafat dan sastra) (Rogers, Littlejohn dan Moss, 2002). Keunikan disiplin ilmu komunikasi adalah bersifat multi paradigma (Schramm, 1983). Terdapat keragaman dalam perspektif-perspektif komunikasi pembangunan yang dapat dikelompokkan dalam dua tipe yakni paradigma modernisasi (yang sebagian besar berciri administrative research) dan paradigma pemberdayaan (yang berciri critical research) (Melkote, 2002).

Komunikasi Pembangunan yang Multi Paradigma
Diawali dengan pendekatan modernisasi yang oleh Rogers disebut sebagai Paradigma Dominan, media massa ditempatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional dan yang mempunyai kekuatan mempengaruhi individu untuk bertindak dan berpikir secara modern. Selanjutnya pandangan tersebut disangkal oleh ahli-ahli teori ketergantungan dari Amerika Latin yang memandang bahwa struktur global yang melingkupi negara sedang berkembanglah yang mempengaruhi negara yang sedang berkembang. Negara-negara maju yang berkuasa menindas kelompok negara-negara yang belum berkembang, sehingga negara yang sedang berkembang tidak mengalami kemajuan. Komunikasi partisipatori dan komunikasi pembangunan yang berorientasi pemberdayaan kekuatan komunitas lokal dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Mengikuti Melkote pengkategorian Melkote (2002), pendekatan komunikasi pembangunan dapatdikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yakni kelompok Paradigma Dominan (Modernisasi) dan kelompok Paradigma Alternatif (Pemberdayaan). Uraian di bawah ini merupakan ringkasan dari Melkote (2002).
Teori-teori dan Intervensi dalam Paradigma Dominan dari Modernisasi. Teori-teori ini dikembangkan oleh Lerner (1958) dan Schramm (1964) dan studi-studi lainnya yang berkembang pada tahun 1950-an dan 1960-an. Komunikasi dan Teori Modernisasi yang dipelopori oleh Daniel Lerner dengan bukunya The Passing of Traditional Society menekankan peran media massa dalam modernisasi. Lerner menemukan bahwa media massa merupakan agen modernisasi yang ampuh untuk menyebarkan informasi dan pengaruh kepada individu-individu dalam menciptakan iklim modernisasi. Sedangkan Schraam memandang pentingnya peran media massa untuk pembangunan nasional karena mempertimbangkan beragam fungsi media massa dalam pembangunan nasional untuk pengembangan sumberdaya manusia yakni sebagai pendidik, pengawas dan pengambilan keputusan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan media massa melalui transmisi informasi dari media massa kepada khalayak. Peran komunikasi interpersonal dan kelompok diakui penting oleh Schramm untuk memperkuat transmisi informasi yang bersifat persuasif, tetapi tidak berperan sentral dalam pembangunan nasional.
Pentingnya umpan balik dalam perancangan komunikasi strategik ini, menempatkan prosedur penelitian formatif yakni survey khalayak, focused group discussion dan pretesting pesan dalam menjalankan komunikasi pembangunan. Teori ini melihat bahwa proses komunikasi pembangunan harus dilihat sebagai proses yang bertahap yang memerlukan pesan-pesan dan pendekatan yang berbeda pada setiap tahap proses perubahan perilaku.
Pendekatan pemberdayaan banyak digunakan dalam pengorganisasian komunitas, pendidikan dan psikologi komunitas. Pemberdayaan dapat diartikan dalam banyak hal dan dapat diamati pada berbagai level yakni individual, organisasi dan komunitas. Di tingkat komunitas, pemberdayaan berarti proses peningkatan kontrol kelompok-kelompok terhadap konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi anggota kelompok dan orang lain dalam komunitas yang lebih luas (Fawcett dkk, 1984) seperti dikutip Melkote (2002). Sedangkan di tingkat individu, Rappaport (1987) seperti dikutip Melkote (2002) mendefinisikan pemberdayaan sebagai ” perasaan psikologis berkenaan dengan pengendalian atau pengaruh pribadi dan kepedulian terhadap pengaruh sosial yang aktual, kekuasaan politis, hukum legal ... ”. Namun demikian, kebanyakan pemberdayaan baru dilakukan di tingkat individu belum ditingkatkan di tingkat komunitas.
Sifat Perkembangan Komunikasi Pembangunan. Komunikasi pembangunan menjembatani teori dan praktis mempunyai kecenderungan menggabungkan berbagai pendekatan dengan orientasi terapan. Rogers merespon kritik-kritik terhadap teori adopsi inovasi yang dikembangkannya dengan menyajikan pemikirannya dalam berbagai buku barunya dengan melihat proses komunikasi lebih konvergen dengan mengajukan konsep jaringan komunikasi (Rogers, 1985) dan mengembangkan konsep-konsep pembangunan yang lebih kritis dengan memasukkan issue partisipasi dan keberlanjutan.
Konsep pemberdayaan direspon oleh Figuera dkk (2002) dengan menggunakan tradisi cybernetic (pendekatan sistem) dengan melihat input yang disebutnya sebagai katalis. Dalam pendekatan pemerintah atau media massa bukanlah katalis dominan dalam perubahan sosial, tetapi terdapat katalis lainnya seperti stimuli internal komunitas, dan inovasi. Proses komunikasi digambarkan sebagai proses dialog di dalam komunitas yang menghasilkan tindakan kolektif dan mengembangkan indikator-indikator perubahan perilaku sebagai efek komunikasi pembangunan yang diukur tidak hanya di level individu ( perubahan sikap, pengetahuan, citra diri dan lain-lain), tetapi juga di level sosial (kepemimpinan, norma sosial dan kohesi sosial dan lain-lain). Kontribusi terpenting dari Mc Kee yakni menekankan pentingnya mobilisasi sosial tidak hanya di tingkat komunitas tetapi juga stakeholder lainnya seperti perusahaan-perusahaan swasta, pemerintah, dan politisi untuk merubah kebijakan melalui komunikasi advokasi.
Salah satu contoh model komunikasi yang bisa digunakan untuk pembangunan adalah model yang diajukan oleh Figuerora, dkk (2002). Model ini menggambarkan sifat siklikal, relasional dari suatui proses dan bersifat timbal balik di antara komponen-komponennya.
Proses komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif. Mulyana (1996) mengemukakan bahwa komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh komunikator dapat direspon oleh komunikan, maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan.
Berlo (1960) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang menentukan kemampuan komunikator agar ketepatan komunikasi dapat ditingkatkan :
1. Keterampilan berkomunikasi (Communication Skill), yaitu keterampilan berbicara dan menulis agar penerima pesan mampu mendengar dan membaca secara baik dan jelas.
2. Sikap (attitude), yaitu kecenderungan sikap positif atau negatif, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap pesan yang disampaikan, maupun terhadap penerima pesan.
4. Tingkat pengetahuan, yaitu wawasan pengetahuan terhadap persepsi dari pesan yang disampaikan.
5. Sistem sosio-kultural, yaitu berkaitan dengan posisi komunikator dalam sistem sosial budaya.
Rakhmat (1985) mengemukakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu :
1. Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh komunikan.
2. Kesenangan, yaitu suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab, dan menyenangkan.
3. Mempengaruhi sikap, yaitu kemampuan persuasif komunikator dalam penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan.
4. Hubungan sosial yang baik, yaitu tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, serta ingin mencintai dan dicintai.
5. Tindakan, yaitu tindakan nyata yang dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik.
Inkeles dan Smith (Budiman, 2000) mengemukakan dalam teori modernisasi, pentingnya faktor manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan yaitu manusia-manusia yang mempunyai kemampuan mengembangkan sarana material supaya produktif, untuk itu dibutuhkan apa yang disebut manusia modern yang dicirikan: keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian Inkeles dan Smith, faktor pendidikan adalah paling efektif untuk mengubah manusia, disamping pengalaman dan informasi media massa.

KONTEKS KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN
Pembangunan terus berjalan sesuai dengan tuntutan yang berlaku, namun pada salah satu sisi dapat menimbulkan sebuah kesenjangan. Kesenjangan dapat diartikan sebagai sesuatu hal dalam kondisi yang tidak seimbang karena adanya perbedaan-perbedaan. Dengan kata lain aspek-aspek yang membentuk suatu sistem sosial tidak terintegrasi satu dengan yang lain secara penuh (Sitorus et. al., 1998).
Pembangunan terus berjalan yang mengakibatkan adanya banyak perubahan, namun perubahan yang terjadi tidak sama cepat dan tidak terjadi sama dalamnya pada semua aspek khususnya aspek dari suatu sistem sosial. Sebagai contoh generasi muda menerima perubahan lebih cepat daripada generasi tua, nilai budaya tertentu dipertahankan golongan elite namun telah aus di golongan masayarakat bawah, perubahan cara berfikir di kalangan perempuan belum dapat dicernasebagian besar kalangan laki-laki, perubahan pada aspek fisik lebih cepat daripada perubahan aspek non fisik dan sebagainya.
Seperti telah dibahas sebelumnya, secara umum dapat dijelaskan bahwa komunikasi ialah proses penyampaian informasi/pesan dari sumber kepada penerima dengan tujuan timbulnya respons dari penerima sehingga melahirkan kesamaan makna (berlo, 1960; Rogers, 1995; Kincaid dan Schramm, 1987). Sedangkan pembangunan yang bila dikaitkan dengan perubahan, dia adalah perubahan berencana. Menurut Boyle (1981) apabila perubahan atau segala sesuatu yang terlihat atau terasa berbeda dalam suatu jangka waktu tertentu, dimana perbedaan-perbedaan tersebut dengan sengaja ditimbulkan dan telah direncanakan terlebih dahulu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, maka dikatakanlah sebagai perubahan berencana.
Pembangunan itu sendiri merupakan serangkaian usaha berencana yang secara umum ditujukan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat positif, diinginkan dan bermanfaat pada diri manusia dan lingkungan sekitarnya (Slamet, 1986). Sebagai akibat dari pembangunan tersebut akan tumbuh dan berkembang, baik dalam arti badaniah dan rohaniah, sehingga dapat mengambil manfaat yang lebih baik dari lingkungannya.
Proses perubahan manusia itu sendiri melibatkan banyak usaha dan tenaga. Usaha-usaha pendidikan yang lazim dikenal dengan penyuluhan yang didalamnya tak lain adalah kegiatan proses komunikasi persuasif merupakan salah satu faktor yang dapat memainkan peranan penting dalam menimbulkan perubahan pada manusia tersebut. Menurut Slamet (1986) perubahan semacam inilah yang perlu diperhatikan, akrena inti utama dari pembangunan tidak lain daripada pertumbuhan dan perkembangan manusia. Pemabangunan fisik yang seringkali menarik banyak perhatian, tidak akan berarti banyak apabila tidak disertai dengan pembangunan manusianya.
Pembangunan harus dilihat secara menyeluruh atau dilihat dalam karakter holistik. Tidak ada pembangunan yang mengabaikan produktivitas dan pertumbuhan. Tetapi pertumbuhan harus diimbangi dengan reformasi struktural yang tidak menghambat daya produktif masyarakat. Pada waktu yang sama, itu harus didukung oleh keseluruhan tindakan yang menjamin keadilan, menjamin peningkatan kualitas hidup serta menjamin hak-hak asasi manusia dan kebebasan demokrasi (Jayaweera, 1989). Sebagai suatu istilah teknis Seers (Nasution, 1996) melihat pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran dan ketidakadilan sosial.
Dalam pengertian sehari-hari pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh sutu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Rogers (1976) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada tingkat sistem sosial. Sama halnya seperti diseminasi, pengembangan (development), spesialisasi, integrasi dan adaptasi (Slamet, 1986). Sedangkan modernisasi ialah proses yang terjadi pada tingkat individu, termasuk istilah difusi inovasi, adopsi inovasi, akulturasi, belajar atau sosialisasi. Untuk perubahan demikian disebut perubahan mikro karena lebih memfokuskan pada perilaku perubahan individual. Pembangunan disini diartikan Rogers (1976) sebagi proses perubahan sosial dalam suatu masyarakat yang diselengggarakan dengan jalan memberi kesempatan yang seluas-luasnya pada warga masyarakat untuk berpartisipasi, untuk mendapatkan kemajuan baik secara sosial maupun material (pemerataan, kebebasan dan berbagai kualitas lain yang diinginkan agar menjadi lebih baik). Sementara Dissayanake (1981) menggambarkan bahwa pembangunan ialah proses perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat, tanpa merusak lingkungan lam dan kultural tempat mereka berada dan berusaha, melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka sendiri.
Rogers dan Shoemaker (1971) lebih lanjut menyebutkan bahwa besar kemungkinan semua analisis perubahan sosial harus memusatkan perhatiannya pada proses komunikasi, karena dilihat dari kenyataan semua penjelasan tentang perilaku manusia berpangkal pada penyelidikan mengenai bagaimana orang-orang itu memperoleh dan mengubah gagasannya (membuat keputusan) melalui komunikasi dengan orang lain, maupun dengan kemajuan teknologi komunikasi, baik radio, televisi dan media cetak. Teknologi komunikasi ini memiliki kemampuan untuk menciptakan dan menyebarkan ’kesan baru’ (new images) dari apa yang seseorang ingin aspirasikan, menciptakan ’mobilitas fisik’ dan membangkitkan ’empathi’ (Jayaweera dan Amunugama, 1989).
Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan sebagai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Karena pada dasarnya pembangunan merupakan upaya yang bertujuan untuk mencapai perbaikan dan peningkatan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat, tanpa kecuali. Untuk itu maka perlu integrasi secara menyeluruh dari semua pihak yang berkepentingan dalam merencanakan, menentukan arah kebijakan, melaksanakan, mengevaluasi, serta menikmati secara bersama-sama dalam prinsip keadilan dan pemerataan atas semua hasil-hasil pembangunan tersebut (Effendi, 1991; Keraf, 2002). Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmaja (2003), pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan sosial dan ekonomi seluruh masyarakat secara berkelanjutan agar mereka mampu mandiri di dalam mengelola kehidupannya baik sebagai individu-individu maupun sebagai komunitas sosial. Dengan demikian, maka pembangunan tidak boleh mengorbankan suatu golongan demi kepentingan kelompok lain.
Menurut Darmawan (2002) berdasarkan Oxford English Dictionary, pembangunan dipahami secara sederhana sebagai sebuah pergeseran yang berjalan secara gradual dan tidak berulang, yang didalamnya diisi oleh usaha-usaha atau realisasi atas rencana-rencana yang dibuat secara rinci dan mencakup tema-tema penting kehidupan sebagai pokok perubahan dan pertumbuhan atau perbaikan.
Pembangunan yang berjalan diharapkan berkelanjutan. Definisi dari pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang pemanfaatan sumberdayanya, arah investasinya, orientasi pengembangan teknologinya, dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan di masa depan dlam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan akan dapat diwujudkan melalui keterkaitan yang tepat antara alam, kondisi sosial, kondisi ekonomi dan budaya (Asian Productivity Organization, 1998: Brinkerhoff dan Goldsmith, 1990; Dharmawan, 2002; Djajadiningrat, 2001: Effendi, 1991; Elliot, 1996; Keraf, 2002; Murdiyarso, 2003; Yakin, 1997).
Elliot (1996) dan Bossel (1999), menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan di masa depan sangat membutuhkan tindakan-tindakan yang mampu mengubah semua level pembangunan, dimana didalamnya mampu menempatkan kepentingan manusia dan lingkungn fisik secara seimbang, melalui proses intervensi fisik, politik ekonomi dan sosial budaya. Keraf (2002) , menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat mencapai tujuannya apabila memperhatikan tiga aspek utama pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Mudiyarso (2003), menambahkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dapat menjamin terjadinya pertumbuhan ekonomi (economic growth), meningkatkan kesejahteraan sosial (social welfare) dan memperhatikan lingkungan hidup (environment integrity).
Technical Advisory Committee of the CGIAR (1988) yang dikutip oleh Reijntjes at. al, (1999) menyatakan bahwa pembangunan pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Konsep pembangunan pertanian akan sulit terwujud apabila tidak didukung oleh kemauan politik dari pemerintah (Reijntjes, et., al., 1999).
Komunikasi dapat membawa sebuah perubahan sosial. Dalam pembicaraan sehari – hari kita mengenal tentang perubahan yang terdapat di struktur masyarakat sosial. Perubahan itu mencakup berbagai aspek di dalam kehidupan bermasyarakat. Paling tidak ada perubahan yang secara jelas menggambarkan bagaimana perubahan itu terjadi dan pengaruhnya pada setiap aspek dan struktur masyarakat.
Perubahan yang terjadi didalam struktur sosial masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Perubahan sosial secara internal karena adanya pergolakan dan perubahan setiap individu – individu yang membawa perubahan kepada anggota masyarakat lainnya sehingga mau tidak mau, suka atau tidak suka masyarakat akan terimbas oleh pengaruh tersebut. Begitu pula dengan perubahan sosial disebabkan faktor eksternal yaitu adanya pengaruh budaya dan terpaan media massa yang membawa suatu dampak tersendiri bagi budaya masyarakat didalamnya. Justru pengaruh eksternal inilah yang sangat kuat dalam membentuk setiap perubahan yang nyata di dalam masyarakat.
Dari uraian diatas sebenarnya ada beberapa pendapat mengenai definisi perubahan sosial itu. Rogers dan Shoemaker (1971) memberikan gambaran mengenai perubahan sosial dalam konteks struktur dan fungsi di dalam sistem sosial. Perubahan sosial itu adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Revolusi nasional, pembentukan lembaga pembangunan desa, adopsi metode keluarga berencana di suatu keluarga merupakan contoh dalam perubahan sosial. Perubahan baik terjadi di tingkat fungsional dan struktur sosial terjadi sebagai akibat dari kegiatan tsb diatas. Struktur suatu sistem terdiri dari status individu dan status kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status itu merupakan seperangkat peranan atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status dan peranan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Status guru sekolah misalnya menghendaki perilaku – perilaku tertentu bagi seseorang yang menduduki posisi itu dan mempengaruhi tingkah laku orang tsb. Mungkin saja seseorang menyimpang jauh dari perangkat tingkah laku yang diharapkan tetapi statusnya mungkin berubah. Fungsi sosial dan struktur sosial berhubungan erat dengan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Perubahan sosial merupakan perubahan yang sistematis. Jika salah satu berubah maka yang lain akan berubah juga.
Perubahan sosial terdiri dari 3 tahap yang berurutan yaitu : 1) invensi yaitu proses dimana ide – ide baru itu diciptakan dan dikembangkan, 2) difusi merupakan suatu proses dimana ide – ide baru itu dikomunikasikan ke dalam suatu sistem sosial, 3) konsekuensi yaitu perubahan – perubahan yang terjadi dalam sistem sosial akibat adopsi atau penolakan inovasi yang disampaikan kepada masyarakat. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat sehingga perubahan itu mengakibatkan perubahan sosial yang disebabkan oleh komunikasi sosial yang diadakan.
Pada dasarnya dalam pembangunan terjadi suatu perubahan sosial. Terdapat hubungan antara komunikasi dan perubahan sosial yang terjadi. Komunikasi adalah proses dimana pesan – pesan dioperkan dari sumber kepada penerima. Proses pengoperan pesan ini sebenarnya dapat dijelaskan dengan model teori Berlo yaitu S-M-C-R dimana S adalah sumber pesan/ komunikator, M adalah pesan yang disampaikan, C adalah saluran pesan yang digunakan, R adalah penerima pesan. ( Rogers &Shoemaker,1987)
Seseorang dapat dengan mudah melihat bagaimana faktor – faktor komunikasi terlibat dalam aspek – aspek proses pengambilan keputusan yang nantinya berakibat kepada perubahan sosial. Contohnya keputusan petani untuk pindah ke kota atau berpartisipasi program pemerintah, seorang industriawan mengadopsi teknik manufaktur baru dll dapat dijelaskan dalam teori Berlo diatas. Pada masing peristiwa itu meliputi adanya pesan (M), yang diberikan kepada seseorang (R) melalui saluran komunikasi (C) dari seseorang yang bertindak sebagai sumber (S). penerimaan pesan itu mengakibatkan berubahnya pola tingkah laku penerima.
Komunikasi memegang peranan penting dalam terjadinya perubahan sosial karena perubahan dilandasi dengan interaksi antara berbagai unsur. Interaksi terjadi sudah pasti dengan komunikasi Jika kita meneliti perubahan sosial maka perhatian kita harus tertuju pada perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial dan proses terjadinya perubahan itu. Dalam proses itulah komunikasi berperan.
Menurut Effendy (2000), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Komponen-komponen komunikasi meliputi: komunikator, pesan, saluran/media, komunikan dan efek.
Manusia adalah sebagai makhluk sosial yang akan berinteraksi dengan orang lain dan saling membutuhkan satu sama lain. Untuk menciptakan suatu kondisi hidup yang sesuai dengan harapannya maka dilaksanakan pembangunan di berbagai sektor kehidupan. Perubahan-perubahan dalam masyarakat telah terjadi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat hampir tidak memungkinkan manusia dan kelompoknya untuk menutup diri terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Pengaruh-pengaruh yang ada mungkin masuk dengan mudah namun di lain pihak ada juga yang sukar untuk masuk (Soerjono Soekanto, 1980). Menurut Lionberger dan Paul H. Gwin (1982) pengaruh adalah segala sesuatu yang berada di sekitar individu atau kelompok yang berhubungan erat apakah individu ini akan mengadopsi suatu perubahan atau tidak.
Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi satu sama lain dan tergabung dalam satu kelompok yang biasa disebut masyarakat. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan secara jelas (Ralp Linton, 1956 dikutip Sitorus et. all. 1998). Menurut Soekanto (1990, dikutip Sitorus et. all. 1998) masyarakat mencakup empat unsur :
(a). Manusia yang hidup bersama;
(b). Mereka bercampur untuk waktu yang lama;
(c). Mereka sadar sebagai suatu kesatuan; dan
(d). Mereka merupakan sutu sistem hidup bersama.
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Mungkin saja perubahan-perubahan yang terjadi tidak begitu tampak, oleh karena manusia kurang menyadarinya atau merasa dirinya kurang terlibat. Perubahan di satu bidang kehidupan lazimnya mempengaruhi bidang-bidang kehidupan yang lain. Suatu proses perubahan akan lebih mudah terjadi apabila masyarakat yang bersangkutan bersikap terbuka terhadap hal-hal atau unsur-unsur baru (baik dari luar maupun dari dalam).
Soerjono Soekanto (1980) mengemukakan suatu perubahan terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri, maupun yang berasal dari luar masyarakat yang bersangkutan. Suatu penemuan baru dalam masyarakat itu sendiri akan mengakibatkan perubahan pada masyarakat, sedangkan pengaruh dari luar misalnya hasil teknologi tertentu. Kadang-kadang perubahan terjadi karena munculnya tokoh-tokoh yang telah mengalami pendidikan di luar masyarakat tersebut.
Dari ilustrasi-ilustrasi diatas, istilah Komunikasi Pembangunan diartikan sebagai suatu komitmen untuk meliput secara sistematik, problematika yang dihadapi dalam pembangunan suatu bangsa. Kegiatan ini kemudian diperluas mencakup segala komunikasi yang ’diterapkan untuk pentransformasian secara cepat suatu negara dari kemiskinan ke suatu dinamika pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan lebih besarnya keadilan sosial dan pemenuhan potensial manusiawi’ (Nasution, 1996). Komunikasi adapt dipandang sebagai alat dalam pembangunan karena membawa pesan-pesan pembangunan misalnya informasi teknologi yang pada akhirnya terdapat adopsi inovasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Letak komunikasi dalam pembangunan secara spesifik sulit untuk diidentifikasi karena sudah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan.
Definisi ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Lerner, Pye dan Schramm bahwa komunikasi pembangunan berhubungan dengan teknologi yang didasari pada jaringan komunikasi yang menimbulkan iklim yang cocok untuk pembangunan, tanpa memperhatikan pesan dan isi pesan. Salah satu bentuk komunikasi dalam pembangunan adalah adopsi inovasi dimana didalamnya terdapat kegiatan atau proses penyampaian pesan dari pihak yang berwenang membuat kebijakan sehingga akhirnya diharapkan dapat diadopsi oleh masyarakat sasaran.

ADOPSI DIFUSI INOVASI
Adopsi
Adopsi adalah keputusan untuk mengunakan secara menyeluruh suatu inovasi. Keputusan dapat berubah arah setelah proses selanjutnya seperti discontinuance yaitu keputusan untuk menolak inovasi setelah mengadopsinya. Penyebabnya adalah karena ketidakpuasn atas adanya ide baru tersebut. Namun penolakan juga dapat berubah menjadi adopsi. Perubahan ini biasanya terjadi pada tahap konfirmasi.
Proses adopsi merupakan proses proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal yang baru tersebut.
Adopsi adalah suatu keputusan untuk memamfaatkan sepenuhnya suatu ide baru (inovasi) dimana keputusan ini merupakan jalan terbaik darin tindakan tindakannya. (Roger dan Shoemaker 1971)
Kategori adopters yang mengadopsi suatu inovasi adalah klasifikasi anggota sistem sosial berdasarkan innovativeness yang didasari juga oleh waktu relatif yang dibutuhkan untuk mengadopsi suatu inovasi. Rogers and shoemeker mengelompokkan masyarakat yang menghadapi pengadopsian inovasi sebagai berikut:
1.Inovator
2.Pengadopsi dini
3.Mayoritas dini
4.Mayoritas terlambat
5.Orang belakangan
Traxler, M. Renkow and L.W. Harrington. (1991) mendefinisikan adopsi sebagai derajat/ tingkat penggunaan suatu teknologi tertentu oleh pemaskai/ petani. Lebih jauh dikatakan, bahwa petani sebagai pengadopsi dibagi menjadi :
1. User (pengguna). Petani secara total menggunakan teknologi yang direkomendasikan pada waktu itu.
2. Partial User (pengguna Parsial). Petani hanya menggunakan sebagian dari teknologi yang direkomendasikan.
3. Ex-User (mantan pengguna). Petani yang telah mencoba teknologi yang direkomendasikan, tetapi telah memutuskan tidak mengunakannya lagi.
4. Non-User (bukan pengguna). Petani yang secara sadar sejak awal memutuskan tidak menggunakan teknologi yang direkomendasikan.
Tahap-tahap proses adopsi, proses dimana seseorang mulai mengenal adanya suatu inovasi sampai mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dapat melalui beberapa tahap. Menurut penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh north central rural sosiology sub committee of farm practice, bahwa tahapan proses adopsi dalam penerimaan perubahan (inovasi) melalui tahap-tahap berikut yaitu :
1.Awreness yaitu kesadaran adanya suatu inovasi
2.Interest yaitu adanya ketertarikan terhadap inovasi tersebut
3.Evaluation yaitu proses mencari informasi atas inovasi yang kemungkinan akan diterima.
4.Trial yaitu tahap percobaan terhadap inovasi baru tersebut
5.Adoption yaitu proses mengadopsi atau menerima inovasi baru tersebut

Difusi
Difusi adalah bentuk khusus dari komunikasi. Difusi merupakan proses dimana inovasi tersebar kepada anggota suatu sistim sosial. Pengkajian difusi adalah mengenai telaahan pesan-pesan yang berupa ide ataupun gagasan baru, sedangkan peran komunikasi pengkajian meliputi telaahan terhadap semua bentuk pesan.
Rogers 1983, mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inivasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para angota tertentu suatu sistem sosial (The process by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system)
Proses difusi adalah Proses penyebaran informasi yang terjadi dalam masyarakat, mulai seseorang menyadari adanya inovasi, berminat pada inovasi, menilai sesuatu inovasi, mencoba suatu inovasi, dan menerapkan inovasi kemudian seseorang tersebut menyebarkan inovasi tersebut kepada anggota masyarakat dalam sistem sosialnya.
Lionberger (1968) Mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi proses difusi yaitu:
1. Faktor-faktor sosial, seperti kelompok-kelompok lokal, sifat-sifat kekeluargaan, kik sosial, kelompok-kelompok anutan, kelompok-kelompok anutan, kelompok-kelompok formal, dan faktor status.
2. Faktor-faktor budaya, yang mencakup sistim nilai dan tingkah laku
3. Faktor-faktor personal, yang mencakup umur, pendidikan, dan ciri psikologis.
4. Faktor-faktor situasional, seperti tingkat pendapatan, luas usahatani, status dan kedudukan, gengsi sosial, sumber-sumber informasi yang digunakan, tingkat kehidupan, dan praktik-praktik yang bersfat alami.
Peran komunikasi memfokuskan perhatian pada usaha untuk merubah pengetahuan atau sikap dengan kata lain menghasilkan persuasi atau perubahan sikap yang lebih besar pada penerimanya dengan merubah bentuk sumber, pesan, saluran atau penerima dalam proses komunikasi. Peran difusi lebih pada memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku yang tampak (behavioral) yaitu sikap penerima atau menolak ide-ide baru daripada sekedar perubahan dalam pengetahuan dan sikap saja.
Menurut Rogers dan Shoemaker dalam Nasution (1988), studi difusi mengkaji pesan-pesan yang berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan baru. Namun karena pesan-pesan yang disampaikan itu berupa hal-hal bar, maka pihak penerima akan timbul suatu derajat resiko tertentu. Hal ini kemudian menyebabkan perilaku yang berbeda pada penerima pesan, dari suatu penerima pesan berhadapan dengan pesan-pesan biasa yang bukan inovasi.
Proses difusi inovasi dalam bidang pertanian khususnya adalah menyebarnya inovasi kepada petani yang prosesnya bukan hanya selangkah demi selangkah menuju ke arah adopsi suatu inovasi, melainkan lebih jauh mengarah kepada cara inovasi tersebut jadi diadopsi oleh lebih banyak petani (Mosher, 1978 dalam hasibuan 2003)
Unsur-unsur utama difusi ide, yaitu meliputi : Inovasi, yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu, dalam janka waktu tertentu, dan diantara sistim sosial.

Inovasi
Inovasi adalah suatu ide, praktek atau obyek yang dipersepsikan secara baru oleh seseorang atau sekelompok orang. Inovasi dapat menimbulkan ketidakpastian dalam derajat tertentu yang dapat dikurangi dengan adanya informasi.
Inovasi adalah suatu ide atau gagasan yang dipandang baru oleh seseorang. Inovasi adalah suatu gagasan, tidakan atau tehnologi yang dianggap baru, diperbaharui, atau baru diketahui oleh seseorang sejauh di hubungkan dengan tingkah laku manusia (Roger dan Shoemaker, 1971).
Ada lima tahap yang dikonseptualisasikan dalam proses putusan penerimaan suatu inovasi, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Persuasi (persuasion)
3. Keputusan (decision)
4. Pelaksanaan (implementation)
5. Peneguhan (compirmation)
Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistim sosial menentukan tingkat adopsi. Lima ciri inovasi menurut Rogers 1971 adalah sebagai berikut :
1. Keuntungan relative (relative adventage )
2. Kesesuaian (compatibility)
3. Kerumitan (complexity)
4. Kemungkinan dicoba (trialibity)
5. Kemungkinan dilihat (observability)
Pada masyarakat yang sedang membangun seperti pada negara-negara dunia ketiga, penyebaran (difusi) inovasi terjadi terus menerus, dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu waktu ke kurun waktu berikutnya, dari bidang tertentu ke bidang lainnya. Difusi inovasi sebagai suatu gejala kemasyarakatan berlangsung berbarengan dengan perubahan sosial yang terjadi. Bahkan kedua hal itu merupakan sesuatu yang saling menyebabkan satu sama lain. Artinya, penyebaran inovasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosialpun merangsang orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal baru.
Upaya untuk meningkatkan produksi usahatani petani, tentunya diawali suatu proses perubahan dengan meningkatkan kemampuannya dalam penerapan teknologi atau hal-hal baru. Menurut Her bert F. Lionberger (1982), menggemukakan perubahan prilaku individu sangat didukung oleh kemampuan berkomunikasi, sebab melalui komunikasi, seseorang dapat meningkatkan kemampuannya melalui proses perubahan kognitif, afektif dan konatif, baik melalui media massa maupun komunikasi interpersonal.
Melalui media massa, kita mengetahui suatu teknologi, penemuan dan beberapa informasi lain, baik itu disalurkan melalui media elektronik aupun media cetak. Media massa yang sering yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada petani adalah surat kabar, polder, leaflet dan poster, meskipun ada keterbatasan penggunaan media cetak dalam pembangunan perdesaan dan media cetak mencapai khalayak terutama pada pesan-pesan permanen (mudah di simpang dan diambil kembali).
Komunikasi interpersonal adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, komunikasi ini pada umum dilakukan secara tatap muka. Di perdesaan komunikasi ini sering dilakukan oleh penyuluh maupun petani dalam kelompoknya baik dalam bentuk pertemuan kelompok maupun dalam difusi inovasi kepada kelompok-kelompok yang lain.
Teori Defleur dan Ball Rokeach dalam Rahkmat, 2001 mengemukakan tentang pertemuan dengan media massa berdasarkan tiga kerangka teoritis yaitu: (a). perspektif perbedaan individu: perbedaan individu memandang bahwa sikap dan organisasi personal –psikologis individu akan menentukan bagaimanan memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman belajar, dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan pengarauh media massa yang berbeda. (b). perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial , yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memiliki isi komunikasi yang sama dan akan memberikan responden kepadanya dengan cara yang hampir sama pula. (c). perseptif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Dan mengemukakan model “two step flow of communication: dalam model ini, informasi bergerak melewati dua tahap, pertama, informasi bergerak dari pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Kedua, melalui saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantungan kepada mereka dalam hal informasi.
Apa jadinya jika manusia tidak melakukan hubungan atau komunikasi? Hingga kini tidak ada satu literatur pun yang mengatakan manusia bisa menghindar untuk tidak berkomunikasi. Hal ini dikarenakan kehadiran manusia sudah dikodrat-kan oleh Maha Pencipta sebagai makhluk sosial yang secara alami mempunyai dorongan untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan manusia lain, bahkan dapat dikatakan hubungan atau komunikasi adalah salah satu kebutuhan manusia.
Dengan berkomunikasi seseorang dapat menyampaikan informasi, ide, pengeta-huan, konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai pe-nyampai maupun sebagai penerima komunikasi. Secara langsung pesan dapat berupa informasi, ide, ataupun pengetahuan dan lain sebagainya, yang disampaikan kepada komunikan dapat merubah atau membentuk sikap komunikan itu sendiri.
Berdasarkan uraian-uraian diatas salah satu contoh kasus yang akan diangkat disini adalah mengenai penerapan proyek PIDRA di Nusa Tenggara Barat dimana didalamnya memuat program yang terdiri dari beberapa komponen dengan tujuan utama adalah membawa salah satu misi pembangunan yaitu peningkatan taraf hidup menuju kehidupan yang lebih layak melalui penerapan atau adopsi inovasi oleh masyarakat setempat.
Contoh Kasus :
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING
(Kasus : Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)

ABSTRAK
Beberapa karakteristik biofisik lahan kering berkaitan dengan ketersediaan air yang terbatas karena curah hujan rendah, marjinal (kritis), keadaan iklim tidak merata dan umumnya tingkat pendapatan penduduk rendah yang mengakibatkan sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat rentan. Pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat utnuk berperan positif dalam mewujudkan ketersediaan pangan, distribusi dan konsumsi dari waktu ke waktu. Hal ini mencakup seluruh pihak-pihak yang terkait baik petani, pedagang, konsumen, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi dan sebagainya. Salah satu program pemerintah bagi permasalahan lahan kering dilaksanakan di bawah koordinasi Departemen Pertanian bekerjasama dengan IFAD (International Fund for Agricultural Development) melalui Proyek Pengembangan Partisipasi Lahan Kering Terpadu (P3LKT). Proyek ini disebut juga PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area) yang berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap I (tahun 2001-2004) dan tahap II (tahun 2005-2008). Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan produksi pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan serta memperbaiki taraf hidup penduduk berpenghasilan rendah. Sasaran program diarahkan kepada tiga propinsi di Indonesia yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan Program PIDRA menggunakan pendekatan kelompok yang diklasifikasikan sebagai Kelompok Mandiri Pria, Kelompok Mandiri Wanita dan Kelompok Mandiri Campuran. Total kelompok mandiri yang ada di tiga propinsi tersebut telah mencapai 2.290 kelompok yang terdiri dari 990 kelompok di Jawa Timur, 403 kelompok di Nusa Tenggara Barat dan 897 kelompk di Nusa Tenggara Timur. Namun demikian, pendekatan komunikasi yang dijalankan pemerintah dalam program-program pembangunan selama ini dirasakan bersifat top down, komunikasi bersifat searah (linier) dimana tidak ada mekanisme untuk memberikan umpan balik (feed back) dari masyarakat. Masyarakat juga seringkali hanya dijadikan objek bukan subjek dalam pembangunan. Masyarakat diwajibkan terhimpun dalam kelompok yang dibentuk dan dikontrol oleh pemerintah, sehingga kelompok sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus mengikuti petunjuk pemerintah. Akibatnya kelompok biasa bekerja dengan instruksi dari atas dan hampir tidak memiliki peluang terlibat pada proses pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Sebagai individu yang menjadi anggota suatu golongan masyarakat atau warga dari suku bangsa tertentu dengan gaya hidup, struktur masyarakat dan latar belakang kebudayaan yang khas banyak yang telah mempunyai bayangan dan cita-citanya sendiri. Menurut Hernando Gonzales dalam Jahi (1988) istilah partisipatif sekarang dianggap lebih sesuai dalam pendekatan komunikasi dengan orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan meskipun dalam derajat yang berbeda. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan untuk melenyapkan hambatan tukar menukar informasi dan budaya maupun ketimpangan yang terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu, sejauh mana efektivitas komunikasi dalam pemberdayaan kelompok mandiri lahan kering, apakah seluruh anggota kelompok mandiri telah memiliki nilai-nilai yang diperlukan dalam proses pembangunan, bagaimana tujuan pembangunan, apakah makna pemberdayaan telah dipahami. Aspek efektivitas komunikasi sangat penting karena membutuhkan keterlibatan aktif pihak-pihak yang terkait agar kelompok mandiri lahan kering tidak menjadi alat penyaluran informasi dari pemerintah saja, tetapi diharapkan dapat menjadi sarana diskusi dan dialog sehingga masyarakat mengenali masalah-masalah mereka dan sekaligus mencari pemecahannya. Khususnya bagi anggota kelompok mandiri di propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kondisi lahan kering dengan kategori penduduk miskin maka keterlibatab mereka secara mandiri merupakan hal terbaik dalam memfasilitasi pertumbuhan masyarakat ke arah demokrasi. Anggota kelompok mandiri sebagai subjek yang berpengetahuan memperoleh kesadaran tentang realitas sosio budaya mereka dan kapasitas untuk melakukan perubahan. Sebagai asumsi bahwa mereka sangat mengetahui situasi dan lingkungannya sendiri. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam menanggapi situasi dan lingkungannya berguna sebagai dasar pengambilan keputusan. Tulisan ini dibuat untuk mengungkapkan : (1) hubungan karakteristik individu dan efektivitas komunikasi, (2) hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas komunikasi, dan (3) hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas komunikasi. Tujuan dari penulisan untuk menganalisis ketiga faktor tersebut.

Kajian efektivitas komunikasi dalam penanganan ketahanan pangan melalui program PIDRA dibutuhkan terutama dalam hal dampak perubahan sosial dan ekonomi masyarakat baik dengan adanya perubahan perilaku yang sejalan atau mungkin bertentangan sehingga dapat diketahui strategi program selanjutnya. Dengan adanya kajian ini diharapkan akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah daerah, penyuluh dan pihak-pihak terkait lainnya khususnya dalam program PIDRA, sebagai masukan alternatif pendekatan komunikasi pemerintah kepada masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi program-program pembangunan khususnya masyarakat yang tinggal di daerah lahan kering di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Bila diasumsikan bahwa tiap keluarga atau individu memiliki tujuan dan cita-cita sendiri, maka seseorang akan mencoba meraih cita-citanya. Permasalahannya sekarang apakah tujuan dan cita-cita tersebut sesuai dengan tujuan pembangunan yang sedang dilaksanakan, misalnya ketersediaan sumberdaya air, meningkatnya kapasitas petani dalam produksi dan perdagangan, perbaikan pendapatan, keterjangkauan pasar, keterjangkauan informasi, keterjangkauan kepada Bank, terbentuknya asosiasi petani dan lain-lain. Apakah anggota kelompok mandiri juga memiliki mentalitas pembangunan seperti mau bekerja keras, disiplin, hidup sederhana dan hemat serta bertanggung jawab sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Untuk mencapai tujuan pembangunan anggota masyarakat perlu bahkan harus mendapat informasi,penyuluhan dan pelayanan. Pada akhirnya seseorang akan berubah perilakunya setelah melewati proses yang panjang. Semua variabel yang terkait harus bekerjasama dalam berbagai jenis kombinasi sebelum tujuan tercapai dan membuahkan hasil.
Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor karakteristik individu dari anggota kelompok mandiri sebagai variabel bebas namun dibatasi pada beberapa karakteristik tertentu yaitu : jenis kelamin, umur, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan formal, pelatihan atau kursus yang diikuti, kepemilikan lahan dan luas lahan. Peran fasilitator atau pendamping terdiri dari pemerintah dalam hal ini Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dan non pemerintah khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Partisipasi anggota kelompok pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang berlangsung dalam kelompok mandiri. Variabel terikat yaitu efektivitas komunikasi yang terdiri dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan perilaku (konatif).
Variabel-variabel tersebut, unsur-unsur komunikasi difokuskan kepada penerima (receiver) dengan tetap memperhatikan komunikator (source), pesan (message), saluran (channel), umpan balik (feedback) maupun umpan maju (feedforward).
Hasil yang diperoleh adalah :
1. Deskripsi Karakteristik Responden
Jenis kelamin responden antara pria dan wanita mempunyai proporsi yang tidak berbeda jauh. Responden dengan jenis kelamin pria sebesar 51.38% dan wanita sebesar 48.62% (dari 109 penduduk). Umur responden yang mengikuti program PIDRA berkisar antara 20-40 tahun (kisaran umur produktif). Tanggungan keluarga antara 2-3 orang dan pendapatan responden dalam satu bulan berkisar antara Rp 50.000,00 – Rp 1.000.000,00. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). Jenis pelatihan yang sering diikuti oleh responden adalah pelatihan materi gender karena merupakan komponen program PIDRA.
2. Peran Pendamping/Fasilitator
Setiap desa mempunyai fasilitator atau pendamping yang terdiri dari PPL sebanyak satu orang dan LSM sebanyak satu orang. Selanjutnya pada setiap kecamatan terdapat satu orang petugas untuk monitoring dan evaluasi. Umunya fasilitator atau pendamping direkrut dari penduduk setempat karena mereka dianggap lebih dapat memahami kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga mempermudah mereka dalam melakukan pendampingan. Penguatan pada kelompok ditujukan agar pelatihan dan pertemuan kelompok dapat berjalan lancar. Penyampaian aspirasi juga perlu diperhatikan, penyusunan identifikasi kebutuhan pemberdayaan dan teknis yang dilakukan bersumber dari usulan kebutuhan kelompok.
3. Partisipasi dalam Kelompok
Setiap anggota kelompok mempunyai aspirasi, ide atau gagasan yang dapat disampaikan. Terdapat beberapa kegiatan yang merupakan partisipasi dalam kelompok yaitu : (a) perencanaan, masing-masing kelompok memiliki rencana yang berbeda dengan kelompok lain karena harus mempertimbangkan sumberdaya atau bahan baku lokal yang tersedia, (b) pelaksanaan, setiap anggota kelompok harus sepakat dengan apa yang terjadi dan mencari jalan keluar bersama-sama terhadap masalah yang dihadapi, (c) evaluasi, terdiri dari kegiatan untuk melihat kemajuan, mengecek dan memeriksa serta melakukan penilaian tentang kemajuan kelompok.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah : pelatihan atau kursus yang diikuti oleh responden menjadi faktor penentu dalam membangun komunikasi yang efektif pada program PIDRA di kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Peran fasilitator atau pendamping adalah sebagai agen perubahan. Terdapat perubahan perilaku yang sejalan dengan program PIDRA antara lain kesetaraan gender, kemandirian kelompok, keterampilan petani dalam mengelola usaha dan dana kelompok.

PEMBAHASAN
Kritik atau Masukan terhadap Isi Tulisan
Proyek-proyek pembangunan pada dasarnya ingin memberi kepada masyarakat lebih banyak peluang untuk berperan secara efektif dalam kegiatan pembangunan. Hal ini berarti memperkuat masyarakat untuk mengembangkan kapasitasnya sendiri untuk menjadi aktor sosial daripada subjek yang pasif untuk dapat mengelola sumberdaya, membuat keputuasn dan mengawasi kegiatan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Menurut Lionberger dan Gwin (1982), ketika seseorang memutuskan untuk membuat suatu perubahan atau tidak, maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah nanti akan terjadi perbedaan antara menerima atau menolak suatu hal atau perubahan, apakah yang emmpengaruhi seseorang sehingga mereka bersedia memutuskan untuk suatu perubahan. Menjawabnya banyak hal yang perlu diperhatikan. Individu bervariasi antara yang satu dengan yang lain dan masyarakat satu dengan masyarakat di tempat lain.
Perubahan sosial yang diharapkan dengan adanya PIDRA adalah terutama adnya peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya petani sehingga dapat memiliki taraf kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya yaitu sebelum adanya proyek PIDRA ini.
Pembahasan secara sederhana dapat dikaji dari setiap unsur yang terkait dengan pelaksanaan proyek PIDRA, karena Fenomena ini terjadi dalam masyarakat pembahsan dibatasi hanya pada tingkat komunikator sebagai pembawa pesan.
Berikut akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sumber/komunikator sebagai pemberi informasi yang memiliki Kemampuan/wewenang untuk memberikan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek PIDRA. Setiap masalah yang dihadapi harus segera dicari solusinya karena dalam kondisi yang kritis terkadang menuntut seseorang untuk bertindak cepat tanpa meninggalkan berpikir secara logis dan benar dalam rangka menangani masalah-masalah yang ada sehingga dapat dengan cepat mengambil keputusan untuk menentukan solusinya. Sebaiknya seorang komunikator yang dianggap kompeten memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang ada terutam yang menyangkut komunikasi yang berjalan perlu ditinjau mengenai mengalirnya arus informasi sehingga diharapkan dapat tercapai tujuan yang sesuai dengan harapan.
Niat ini berhubungan dengan alasan nyata dari seseorang untuk melakukan suatu komunikasi dan sebaiknya tidak mempunyai alasan tersembunyi. Semakin positif memandang niat orang, akan semakin terpercaya kata-katanya. Dengan banyaknya hal dan permasalahan yang terjadi di masyarakat diharapkan semua pihak yaitu warga negara termasuk di dalamnya aparat pemerintah untuk lebih saling mendengar apa yang tengah terjadi dan agar komunikasi dapat terjalin dengan baik maka perlu dipilih media dan metode yang sesuai dengan kondisi yang ada. Sebaiknya ada niat yang tulus tanpa ada alasan lain lagi dalam setiap komunikasi yang berlangsung atau terjadi. Niat yang baik ada yang disampaikan secara langsung namun ada pula yang tersembunyi namun niat yang baik akan lebih didengar dan dihargai.
Karakter suatu karakter pembicara/sumber meliputi mental nya dan ciri etis. Kita akan lebih percaya pada seseorang yang kita merasa dia jujur, rajin, terpercaya, ketergantungan, kuat, dan tabah. Seseorang dengan karakter yang baik dapat dianggap sebagai sumber yang lebih kredibel dibandingkan dengan seseorang yang memiliki karakter yang kurang baik. Karakter setiap orang adalah berbeda sehingga menimbulkan komunikasi yang tidak akan sama. Seseorang ada yang lebih suka mendengar daripada berbicara, ada yang hanya sebagai pendengar pasif tanpa memberikan komentar apapun, ada yang mendengar terlebih dahulu baru baru memberikan argumen sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dan ada orang yang memiliki karakter sama sekali tidak mau mendengar terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya. Karena karakter yang dimiliki oleh setiap orang berbeda maka perlu diperhatikan mengenai pesan yang akan disampaikan, media maupun metodenya agar komunikasi dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.
Kepribadian dapat menghadirkan penjumlahan total kecenderungan emosional orang dan tingkah laku. Singkatnya, itu adalah kesan yang dibuat seseorang. Kadang-Kadang, kita mempunyai suatu reaksi mendalam kuat tentang seseorang didasarkan semata-mata pada suatu kesan pertama. yang didasarkan pada seperti aspek gairah, keakraban, kehangatan/keramahan, suatu senyuman siap, dan mempedulikan atau ketiadaan itu, kita mengambil suatu kegemaran alami atau membenci untuk seseorang. Orang akan lebih mempercayai atau lebih mendengarkan dan menganggap informasi lebih kredibel jika disampaikan oleh sumber yang memiliki kepribadian yang baik dibandingkan dengan yang tidak memiliki kepribadian baik Sebagai ilustrasi masyarakat akan lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh seorang alim ulama atau ustad daripada bukan, pesan yang disampaikan oleh seorang ustad akan lebih didengar dan diserap oleh warga masyarakat.
Fenomena-fenomena yang ada dalam komunikasi yang dianggap masalah mungkin dapat juga diselesaikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sederhana yang meliputi 5W 1 H (What, Why, Who, Where, When dan How). Fenomena mengenai kemiskinan budaya dengar salah satu solusinya adalah dengan mencoba memecahkannya dengan 5W 1H, karena sampai saat ini belum ada metode dan teknik yang dianggap paling efektif dalam proses komunikasi. Alternatif pemecahan masalah yang mungkin dapat dipertimbangkan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. What (Apa) : ditelusuri apa sebenarnya yang menjadi masalah atau persoalan sebagai ilustrasi terjadinya gejolak dalam masyarakat yang muncul karena adanya proyek PIDRA yang ada.
2. Why (Mengapa) : partisipasi rakyat melalui penyampaian aspirasi lewat wakil-wakilnya, perlu dicari apa sebenarnya yang masyarakat harapkan dari pelaksanaan proyek ini dan mengapa terjadi masalah.
3. Who (Siapa) : mencakup siapa saja yang terlibat pada pelaksanaan proyek PIDRA. Masyarakat diharapkan bukan hanya sebagai penuntut tapi berpartisipasi aktif ikut memikirkan solusi/pemecahan terhadap masalah yang ada dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan diharapkan dapat lebih bijak dalam menentukan sebuah kebijakan.
4. Where (Dimana) : dimana terjadinya fenomena dapat mencakup tempat atau lokasi dan negara, sebagai ilustrasi di negara yang sedang berkembang dimana kondisi masyarakat dan pemerintahannya yang belum stabil.
5. When (Kapan) : menunjukkan waktu terjadinya atau dalam kondisi yang bagaimana, sebagai ilustrasi kondisi saat ini dimana dalam kenyataannya kehidupan rakyat di negara berkembang yang sering terjadinya gejolak akibat kondisi yang masih belum stabil.
6. How (Bagaimana) : perlu mencari beberapa alternatif terbaik guna mencari solusi yang sesuai untuk masalah yang ada. Komunikasi yang baik dengan metode dan media yang sesuai dengan kondisi yang berlaku tentu akan lebih bermanfaat untuk tersampaikannya sebuah pesan. Pemerintah diharapkan dapat merendahkan hati untuk lebih mendengar aspirasi yang muncul dari rakyat dan mengambil kebijakan yang dapat diterima sebaik mungkin oleh rakyat/masyarakat.
Strategi Komunikasi yang dianggap paling efektif dalam pelaksanaan proyek PIDRA ini ini adalah keterlibatan semua pihak yang terlibat dan adanya perasaan atau keinginan membutuhkan terhadap program yang disajikan pada pelaksanaan proyek PIDRA ini, masyarakat diharapkan aktif dan berpartisipasi dengan keinginan sendiri sehingga dampaknya akan menghasilkan sesuatu yang dinginkan sesuai dengan yang diharapkan. Komunikasi yang terjalin dengan baik dan dengan satu persepsi akan membuahkan hasil yang menguntungkan untuk semua.

STRATEGI KOMUNIKASI UNTUK PEMBANGUNAN
Kedudukan strategi komunikasi sangat penting karena berhasil tidaknya kegiatan komuniksi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Dengan semakin banyaknya media massa yang muncul bukan tidak mungkin dapat menimbulkan efek negatif dalam komunikasi (Effendy, 2003).
Dengan demikian strategi komunikasi baik secara makro (planned multi media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda :
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
2. Menjembatani ”cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang sifatnya fleksibel dapat disesuaikan dengan situasi adan kondisi yang sedang berlangsung.

KESIMPULAN DAN SARAN
Konteks komunikasi dalam pembangunan secara spesifik tidak dapat diidentifikasikan secara jelas mengenaim posisi komunikasi dalam pembangunan karena posisinya sudah menjadi bagian yang integral dalam pembangunan, komunikasi dapat dijadikan sebagai alat dalam pembangunan karena membawa pesan-pesan pembangunan misalnya informasi teknologi yang sudah melalui beberapa tahap penelitian dan siap diadopsi oleh pihak yang membuthkan dalam hal ini adalah petani.
Berkaitan dengan inovasi, sikap seseorang pada dasarnya dapat mengalami perubahan, baik karena proses interaksi dengan lingkungan maupun melalui proses pendidikan. Untuk mengadopsi suatu inovasi kondisi dari setiap individu adalah berbeda ada yang memrlukan waktu lama dan ada yang dalam waktu singkat menerima dan mengadopsinya bahkan untuk jangka waktu yang panjang.
Untuk mensukseskan proses pembangunan jika memungkinkan perluk adanya konsultasi komunikasi, yang merupakan suatu jasa pemberian nasihat yang dikontrak sebagai seorang profesional terlatih dan memenuhi syarat untuk menolong klien dengan cara mengidentifikasikan dan menganalisa masalah-masalah komunikasi secara obyektif serta merekomendasikan solusi untuk permasalahan tersebut, dan jika diminta, dapat juga membantu dalam mengimplementasikan solusi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Asian Productivity Organization (APO). 1998. Sustainable Agriculture Development in Asia. Report of an APO Study Meeting, 23rd February-5 th March, 1993. Asian Productivity Organization . Tokyo.
Berlo, D. K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory and Practice. New York : Holt, Reinhart and Winston, Inc.

Bossel, H. 1999. Assesing Sustainable Development. Principles in Practice. International Institut for Sustainable Development. Winipeg, Manitoba. Canada.

Boyle, P. G. 1981. Planning Better Programs. New York : McGraw-Hill Book Company.

Brinkerhoff, D. W. dan Arthur A. Goldsmith. 1990. Institusional Suatainability in Agriculture and Rural Development : A Global Perspective. Praeger Publisher. New York. USA.

Dharmawan, A.H. 2002. Pengembangan Komunitas dan Pedesaan Berkelanjutan. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Djajadiningrat, S.T. 2001. UNTUK Generasi Masa Depan, Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi. Departemen Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Dissayanake, W. 1981. Development and Communication Four Approach. Media Asia. Singapore : The asian Mass Communication Research and Information Centre (AMIC).

Effendy, O. U. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Penerbit : PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Elliot, J. A. 1996. An Introduction to Sustainable Development. The Developing World. Routledge. London and New York.

Hikmat, H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama. Bandung.
Edisi Revisi 2003. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.


Jayaweera, N. 1989. Rethinking Development Communication : A Holistic View dalam Jayaweera , N. dan S. Amunugama (Editor). Second Impression. Singapore : The Asian Mass Communication Research and Information Center (AMIC).

dan Amunugama, S. 1989. Rethinking Development Communication Second Impression. Singapore : The Asian Mass Communication Research and Information Center (AMIC).

Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit: Buku Kompas. Jakarta.

Koentjaraningrat, 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Kincaid, D. L. dan W. Schramm. 1987. Asas-asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta.

Lionberger, H. F. dan Paul H. Gwin. 1982. Communication Strategies : A Guide for Agricultural Change Agents

Mardikanto, T. 1988. Komunikasi Pembangunan. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

McKee, Neil. 1992. Social Mobilization & Social Marketing (Lessons for Communicator). Southbound Penang.
Melkote, Srinivas R. 2000. Reinventing Development Support Communication to Account for Power and Control in Development dalam Wilkins K G. 2000. Redeveloping Communication for Social Change. Theory, Practice and Power. Rowman & Littlefield Publishers, Inc. New York
Nasution, Z. 1996. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Edisi Revisi. Cetakan Ke-3. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rakhmat, J. 1985. Psikologi Komunikasi. Penerbit : Remadja Karya. Bandung.

. 2000. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Reijntjes, C. et. al. 1999. Pertanian Masa Depan (Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah). Terjemahan. Penerbit : Kanisius. Yogyakarta.

Rogers, E. M. 1976. Communication and Development: The Passing of The Dominant Paradigm. In, Communication and Development, Critical Perspektive. Beverly Hill: Sage Publication.

. 1995. Diffusin of Innovations. New Edition. New York: The Free Press, a Division of Macmillan Publishing Co. Inc.

dan F. F. Shoemaker. 1971. communication of Innovations: A Cross Cultural Approach. Second Edition. New York: The Free Press.

. 1994. ”A History of Communication Study (A Biographical Approach)”.
. 1985. Komunikasi dan Pembangunan Perspektif Kritis. LP3ES. Jakarta.

Schraam, W and Daniel Lerner. 1976. Communication and Change The Last Ten Years – And The Next. The University Presss of Hawaii.
Schramm, Wilbur. 1983. “The Unique Perspective of Communication: A Retrospective View “ dalam ”Ferment in the Field). Jurnal of Communication Vol 33 No 3 (1983).

Slamet, M. 1986. Peranan Mahasiswa KKN dalam Pembangunan Pedesaan dan Perubahan Sosial. Dalam Slamet, M. et. all.. Mahasiswa dalam Pembangunan. Cetakan Ke-2. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Susanto, A. S. 1988. Komunikasi dalam Teori dan Praktek: Komunikasi Pembangunan dan Masalahnya. Penerbit : Binacipta. Jakarta.

Syaukat, Y. dan Sutara Hendrakusumaatmaja 2003. Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

5 comments:

roswidh said...

ASS. sy ingin kenalan, f. 48. bagaimana cara menulis itu?
seperti nya enak sekali ibu menulis. thema ibu (comunikasi. inovasi) global dan bisa dibuat bbrp tulisan ya?

thanks
Rossy

NiaKoerniasih said...

Mohon izin mengutip, untuk tugas kul say...makasih...:)

NiaKoerniasih said...

Mohon izin mengutip, untuk tugas kul say...makasih...:)

Unknown said...

Izin mengutip ya, thanks :)

Unknown said...

izin mengutip ya kak, sangat bermanfaat untuk tugas kuliah ku hehe, makasih